• facebook
  • instagram
  • twitter
  • mail
Book Review – Divortiare

Book Review – Divortiare

 Divortiare front & back

Commitment is a funny thing, you know?

It’s almost like getting a tattoo.

You think, and you think, and you think, and you think before you get one.

And once yo get one, it sticks to you hard and deep.

Judul: Divortiare
Pengarang: Ika Natassa
Editor: Rosi L. Simamora
Design Cover : Ika Natassa
Tebal: 328 hlm
Rilis: September 2008 (cet ke-1)
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Beli dan baca buku ini sebenernya sudah lama, sudah sejak November 2009. Sudah hampir 4 tahun yang lalu. Bisa dibilang beli dan baca buku ini nggak sengaja, nggak direncanakan sebelumnya. Jadi waktu itu, mau cari kado buat salah satu teman sekantor yang akan resign. Yang kepikiran adalah kasih kado novel, mengingat dia suka baca cerita fiksi, atau anything purple. Yes, she loves purple badly.

Kemudian ketemulah kandidat something purple itu. Sebelum memutuskan untuk beli, mampir dulu ke sebuah toko buku yang ada di mal yang sama. Pilih-pilih buku dari judul dan cover yang eye catching, baca blurb-nya, tapi kok rasanya belum ada yang cocok. Sampai akhirnya pada satu novel metropop dengan judul Divortiare ini. Kalau hanya melihat dari covernya saja, mungkin ini bukan salah satu novel yang akan saya comot pertama kali. Simple. Lalu saya mulai baca blurb di back cover-nya.

Alexandra, 27 tahun, workaholic banker penikmat hidup yang seharusnya punya masa depan cerah. Harusnya.

Sampai ia bercerai dan merasa dirinya damaged good.

Percaya bahwa kita hanya bisa disakiti oleh orang yang kita cintai,

Jadi membenci selalu jadi pilihan yang benar.

Setelah membaca satu paragraf itu, tepatnya membaca kalimat pertamanya, saya tidak ragu lagi akan membeli novel ini untuk saya hadiahkan kepada teman saya. Karena teman saya itu pernah bercerita bahwa dia pengen banget jadi seorang banker. Keluarlah saya dari toko buku itu dengan Divortiare ada di genggaman. Tetapi oh tetapi, saya jadi mikir, teman saya ini kan mau resign dari kantor karena akan menikah dan mengikuti suaminya yang dinas di Padang. Lha masa iya saya kasih novel dengan judul Divortiare. Dan tahukah, saudara-saudara? Malam itu saya pulang dengan membawa Divortiare dan clucth warna ungu dalam tas belanjaan saya. Yang akhirnya saya bungkus kado dan berikan kepada teman saya adalah clutch ungu itu. Karena saya juga pencinta cerita fiksi, biarlah Divortiare buat saya saja. Nggak ada ruginya.

Beberapa hari kemudian saya mulai baca kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, bab berganti bab. Dan saya meyadari sesuatu. Saya jatuh cinta sama novel ini. Jatuh cinta dengan gaya penulisannya, ceritanya, penokohannya. Saya jatuh cinta.

Tentang bagaimana kehidupan Alexandra (Alex) pasca perceraian setelah 2 tahun masa pernikahnnya dengan Beno, yang berusia 8 tahun lebih tua, yang adalah seorang dokter. Penyebab perceraiannya klise, kesibukan keduanya yang sedang sama-sama dalam puncak karirnya menyebabkan kehidupan mereka as a couple sudah nggak lagi hidup. Seperti yang Alex katakan, just like two strangers who happens to live together. Dan perceraian adalah solusi terbaik yang akhirnya mereka pilih saat itu.

Ceritanya sangat mengalir, penokohan yang kuat, dan dialog yang ditulis menggunakan bahasa yang dekat dengan keseharian membuat saya merasa tidak sedang membaca sebuah cerita fiksi, tapi seperti sedang mendengarkan Alexandra bercerita tentang kisah hidupnya. Terasa sangat nyata. Bagaimana Alex terus mengingkari bahwa sesungguhnya dia masih susah move on dari mantan suaminya, meskipun tiap kali dia jatuh sakit, orang yang pertama kali dia hubungi adalah Beno. “Finding a good doctor is like finding a good hairstylish, once you find a damn good one, you’re not gonna let them go”, itu kilahnya. Dalam hati saya pun berkata, “Okay Lex, noted, meskipun itu mantan suami sekalipun ya?” Tuh kan, jadi ikut gregetan. Hehe.

Alex mulai membuktikan diri bahwa dia melanjutkan hidupnya dengan mulai berkencan dengan orang lain, Denny. Meskipun beberapa kali tampak dimana Alex dan Beno masih saling cemburu satu sama lain. Menunjukkan perhatian meskipun melalui kalimat-kalimat sarkastik. Yang entah mengapa dan bagaimana justru itu terasa sweet. Jelas masih ada chemistry di antara mereka. Bikin gregetan semacam ya udah sih balikan lagi aja gih, kalian berdua itu hanya perlu saling jujur kalau memang masih punya perasaan satu sama lain. Haha, itu maunya pembaca (saya) sih ya. Tapi berusaha ngerti juga sih, rujuk lagi setelah bercerai memang sama sekali nggak semudah membalik telapak tangan. Nggak akan semudah balikan lagi dengan mantan pacar setelah putus. Hehe.

Di sinilah kelincahan penulisnya, Ika Natassa, berhasil membawa pembaca terus mengikuti kisah Alex – Beno – Denny ini tanpa merasa bosan. Tidak ada satu halamanpun yang saya lewatkan. Saya malah sedih begitu sampai halaman terakhir. Saya mau baca novel yang seperti ini lagi..!

How’s the ending? Maaf mengecewakan Anda, saya nggak akan bagi di sini. Supaya Anda bisa menikmati tiap lembarnya seperti saya menikmati tiap lembar ketika mambacanya dulu. Usai menamatkan Divortiare, saya pun hunting karya Ika Natassa yang lain, A very yuppy wedding, yang malah sudah lebih dulu terbit. Akan jadi agenda untuk book review saya berikutnya 🙂

– pim 040813 –

“Choosing, however simple the choices are, is never really that simple. Sometimes, we do have to choose to settle down. But aren’t we supposed to settle down with the one that we truly love, not the one that just happens to be there?” – Alexandra –

“Kamu mau tau kenapa aku setuju menceraikan kamu? Karena aku nggak mau hidup bersama perempuan yang memang udah nggak mau hidup bersamaku lagi.” – Beno –

“Sayang, aku tahu aku bukan orang yang bisa menyelamatkan ibu kamu. Aku juga nggak bisa mengobati kamu kalau kamu sakit. Banyak yang nggak bisa kulakukan, Lex. Tapi aku sayang sama kamu, sayang banget.” – Denny –

“Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap saja kenangan itu bagian dari hidup gue yang dulu, yang juga membuat gue jadi gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang lebih indah. Hidup kita nggak harus ditentukan masa lalu kan, Lex?” Wina (Alex’s bestfriend) –

Doing something we love is fun, right? And I love food traveling, reading, watching movie, writing, and crafting sometimes..:-) -- Seorang farmasis, karyawan di salah satu perusahaan farmasi di Indonesia :) Yang meyakini bahwa menjadikan pekerjaan sebagai hobi, atau menjadikan hobi sebagai pekerjaan adalah sesuatu yang luar biasa..!! -- Yang suatu saat bisa berkata : "People call it work, but I call it hobby" --

Leave a reply