• facebook
  • instagram
  • twitter
  • mail
My City’s Not That Into Me

My City’s Not That Into Me

door logo full color

My city’s not that into me. Kira-kira begitulah judul sebuah iklan tayangan televisi di salah satu channel TV berlangganan. Sebuah acara reality show tentang orang-orang yang merasa tidak fit enough dengan kota yang mereka diami a.k.a. “bukan gue banget”, hingga mereka memutuskan untuk pindah ke kota lain yang lebih cocok dengan yang mereka perlukan. Haha.. pertama kali menonton iklannya sempat terpikir, “Ada ya yang sampai sebegitunya?”

Tapi kalau dipikir-pikir lebih serius lagi, sebenarnya perasaan seperti itu bisa saja muncul, terutama jika kota itu bukan kota tempat kita tumbuh. Setidaknya seperti itu yang saya rasakan ketika pertama kali meninggalkan Surabaya setelah hampir dua puluh tiga tahun tinggal dan tumbuh di sana. Perasaan pertama yang saya rasakan saat itu adalah excited. Bagaimana sebuah pengalaman baru tinggal di kota yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Sebuah kawasan bernama Gunung Putri, terletak di Kabupaten Bogor. Sebagaimana namanya, tadinya saya membayangkan sebuah wilayah pegunungan yang sejuk. Ternyata saya salah. Gunung Putri adalah kawasan industri dengan segala lalu-lalang kendaraan pribadi, angkutan industri (truk dan teman-temannya), bus, angkutan umum, dan ojek 😀

Hingga pada malam hari ketika saya sudah berada di kamar kos, saya seakan dikejutkan oleh kesadaran bahwa perjalanan kali ini bukan sekadar study tour ke beberapa industri farmasi di Jakarta dan Bandung selama 4 hari seperti yang saya ikuti di akhir semester kuliah. Bukan juga dalam rangka menjadi finalis lomba karya tulis ilmiah selama 7 hari di Jakarta pada tahun kedua kuliah saya. Perjalanan kali ini adalah untuk bekerja. Tentu saja bukan dalam hitungan hari. Mulailah muncul beragam rasa yang sebelumnya tidak saya rasakan. Perubahan signifikan justru datang dari hal-hal kecil macam mengganti saluran televisi. Biasanya di rumah sendiri, saya bebas memilih saluran televisi kesukaan, meski kadang harus berebut dengan adik, hehe. Suasana malam hari di rumah yang biasanya ramai, saat di kosan tidak lagi begitu. Ah, betapa saat itu saya sangat merindukan rumah saya. Tempat di mana kedua orang tua, adik, kakek dan nenek saya tinggal bersama. Mungkin itu adalah saat yang tepat untuk mengatakan, this city’s not that into me 😀 

Saya pernah membaca bahwa manusia memiliki kemampuan yang sangat luar biasa dalam beradaptasi. Saya harus mengakui itu benar. Tentu saja tidak lepas dari dukungan lingkungan sekitar. Saya bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang sangat welcome dengan keberadaan saya di tempat kerja maupun di tempat kos. Perasaan nyaman pun mulai muncul. Tidak lagi ada perasaan this city’s not that into me. Simply just because they accept me. Begitu pun ketika empat tahun kemudian saya pindah ke kota yang sampai kini menjadi tempat tinggal saya.

Hal ini mengingatkan pada salah seorang yang saya kenal. Seorang bapak berusia sekitar awal empat puluh tahun yang berprofesi sebagai seorang security. Meskipun gilirannya berjaga baru dimulai pukul 22.00, hampir tiap hari beliau sudah siap di pos security pukul 20.00. Ketika ditanya mengapa beliau sudah datang atau mengapa beliau belum pulang padahal jam bertugas beliau sudah usai, beliau menjawab, “Nggak apa-apa, habis ngapain di rumah”. Hal ini terjadi makin intensif ketika istrinya baru meninggal dunia beberapa hari sebelumnya. Kini di rumah tinggal tiga orang anak tirinya yang tidak begitu akur dengan beliau. Hingga beliau pun merasa tidak menemukan kenyamanan tinggal di rumahnya sendiri karena merasa tidak diterima di sana.

Saya pun sampai pada satu kesimpulan, bahwa rumah lebih dari sekadar tempat tinggal, melainkan juga tempat di mana kita merasa diterima.

 

*******

 

#NulisRandom2015

– pim 190615 –

 

*sumber foto :
http://www.diversity-project.org/openingdoors/index.html

Doing something we love is fun, right? And I love food traveling, reading, watching movie, writing, and crafting sometimes..:-) -- Seorang farmasis, karyawan di salah satu perusahaan farmasi di Indonesia :) Yang meyakini bahwa menjadikan pekerjaan sebagai hobi, atau menjadikan hobi sebagai pekerjaan adalah sesuatu yang luar biasa..!! -- Yang suatu saat bisa berkata : "People call it work, but I call it hobby" --

Leave a reply