(foto diambil dari internet, mirip Si Bitut)
Dulu, ketika masih SD, saya memiliki seekor kucing. Warna bulunya abu-abu terang, ekornya bundel. Awalnya ia hanya numpang tidur di teras rumah, lalu ia pergi ketika mendengar orang mendekat. Setelah beberapa kali, kakek saya mulai memberi ia makan setiap kali ia singgah. Dan entah sejak kapan tepatnya ketika akhirnya ia “menetap” di rumah kami. Menjadi kucing kami.
Namanya Si Bitut, yang sebenarnya adalah modifikasi dari Si Bisu. Sejak awal hingga tinggal beberapa lama dengan kami, ia tidak pernah terdengar mengeong sekali pun. Saya yang tadinya tidak menyukai kucing, meski tidak membenci juga, lama kelamaan gemas dengan perilakunya, terutama ketika adik saya mengajaknya bermain. Perlahan saya mulai berani menyentuhnya, mengelusnya, lalu mengajaknya bermain. Satu hal yang membuat kami senang merawatnya adalah selama ia tinggal bersama kami, tidak pernah sekali pun ia buang kotoran di dalam rumah, di teras, maupun di halaman depan. Good cat π
Pernah suatu malam keluarga saya, terutama Kakek merasa sangat kebingungan dan kehilangan karena Si Bitut tidak pulang ke rumah. Dan itu adalah pertama kalinya setelah beberapa tahun tinggal bersama kami. Hingga tiga atau empat hari kemudian ia kembali pulang. Kami senang luar biasa. Lalu beberapa bulan kemudian, kami benar-benar kehilangan Si Bitut. Kakek menguburnya di halaman depan.
Kami semua kehilangan. Bahkan nenek buyut saya yang sering merasa direpotkan saat Si Bitut mengekor untuk minta makan pun turut kehilangan. Bagaimanapun juga ia sudah menjadi bagian dari hidup kami.We let him in.
Well, there are times when we let something or someone in to our life. Then there will be a time when we have to let them go.
Just.. remember not to regret anything that once made you smile π
*******
#NulisRandom2015
– pim 050615 –